Rabu, 16 November 2016

Mahasiswa dan Tanggungjawab Sosial



Mengawali tulisan ini, saya ingin mengatakan: “bukanlah seorang pemuda yang berkata bahwa inilah bapakku, akan tetapi pemuda itu adalah yang berani berkata inilah aku” (sabda rasul). 

Tidak diragukan lagi bahwa pemuda memiliki peran sentral dalam gerak kemajuan  suatu bangsa. Sudah sejak dahulu hingga sekarang pemuda menjadi pilar kebangkitan, dan pemuda merupakan rahasia kekuatan kekuatanya. Seperti pernyataan yang telah diucapkan oleh Presiden RI pertama IR. Soekarno sebagai tokoh nasionalis yang menyatakan bahwa “berikan kepadaku seratus orang tua akan kugoncangkan Indonesia, dan berikan kepadaku sepuluh pemuda saja akan kugoncangkan dunia”. Menjadi pembenaran urgensitas peran pemuda dalam sebuah kebangkitan.  Pernyataan tersebut memberikan pemahaman dan keyakinan bahwa pada hakikatnya masa depan suatu bangsa terletak pada tangan pemudanya.

Perjalanan suatu bangsa dalam konteks peradaban tidak mungkin bisa lepas dari lakon gerakan pemuda. Gerakan pemuda dimanapun di dunia ini sangat menentukan kemajuan suatu bangsa, karena apabila suatu bangsa memiliki generasi muda yang berkepribadian luhur, mempunyai kualitas iman dan ilmu, maka bangsa inilah dimasa yang akan datang memegang kendali dan  bukan tidak  mungkin akan menguasai peradaban.

Mahasiswa sebagai simbol dari kehidupan pemuda, dengan corak kebudayaan yang otonom dengan sendirinya akan membedakan dirinya dengan masyarakat lainnya. Mahasiswa adalah kelompok lapisan masyarakat yang dalam jajaran stratifikasi sosial memiliki kelas khusus. Kalau diperbincangkan, senantiasa menjadi tema menarik dan aktual. Betapa tidak, ketika orang menyentuh sebuah pergerakan transformasi sosial, maka sadar atau tidak, langsung berkorelasi dengan dinamika kehidupan mahasiswa, sehingga dalam konteks kesejarahan setiap perubahan yang terjadi pada setiap negara dibelahan dunia yang berorientasi pada perbaikan, mahasiswa terdokumentasi dengan tinta emas. Dari kondisi tersebut, maka sangatlah pantas jika dikemudian hari mahasiswa mendapat sanjungan heroik: “mahasiswa adalah hati nurani masyarakat, mahasiswa adalah pemimpin dimasa yang akan datang, dan sebagainya. Sehingga mungkin tidak berlebihan kalau dikatakan : “mahasiswa ibarat dewa penyelamat” yang berjasadkan kebenaran, keadilan dan kejujuran.

Simbol kemahasiswaan yang melekat pada dirinya akan membawa ciri khas tersendiri untuk tampil di tengah-tengah masyarakat. Hal ini terjadi karena dalam diri mahasiswa akan dilekatkan berbagai stigma. Mahasiswa yang kehidupan sehari-harinya diplorkan pada lingkungan kampus perguruan tinggi bukan semata-mata membawa amanah dan misi individualis, akan tetapi lebih dari itu mahasiswa menjadi tumpuan harapan berjuta-juta orang diluar dirinya. Hal inilah yang menempatkan mahasiswa dalam kerangka Piramida Maslow dalam posisi yang ideal dimana mahasiswa tersebut menjadi penjembatan atas aspirasi dari kaum akar rumput (masyarakat bawah) dengan penentu kebijakan yaitu kaum elitis.  Oleh karena itu, jelas bahwa keberadaan mahasiswa di sebuah perguruan tinggi mengemban tanggung jawab sosial dari masyarakat. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah seperti apa tanggungjawab yang harus diemban oleh mahasiswa?

Posisi seorang mahasiswa seperti dalam Piramida Maslow yang telah saya kemukakan di atas sangat strategis untuk dimanfaatkan, dimana mahasiswa mempunyai peluang untuk menjadi salah satu control power terhadap kebijakan-kebijakan kaum elitis dalam memberikan respon terhadap aspirasi masyarakat awam. Sangat dipahami bahwa terkadang kebijakan elitis yang lahir tidak sesuai dengan harapan masyarakat. Terhadap fenomena ini, mahasiwa harus muncul sebagai penjembatan dan berfungsi sebagai social control (Kontrol sosial), Agent Of Change (Insan Pembaharu/perubahan), dan Change Of Development.  Perlu diingat bahwa tanggungjawab sosial mahasiswa dalam mengontrol berbagai kebijakan elitis bukan hanya pada aspek politis, akan tetapi lebih dari itu mahasiswa harus mampu mengakomodir dan memberikan respon secara general terhadap keseluruhan peraturan dalam berbagai aspek kehidupan.

Secara pribadi, saya menyatakan  salut kepada mahasiswa karena senantiasa tanggap dan respek terhadap setiap kebijakan yang ada, termasuk isu akan diberlakukannya Undang-Undang BHP di Perguruan Tinggi yang masih hangat diperbincangkan dikalangan mahasiswa. Akan tetapi, sebenarnya  selama ini ada kekeliruan mahasiswa dalam menafsirkan peran dan fungsinya yang mengaspirasi kepentingannya selalu dalam bentuk demonstrasi dan terkesan anarkis.  Melakukan gerakan dalam rangka pembaharuan dan perubahan kebijakan yang sesuai dengan aspirasi masyarakat  adalah sesuatu yang sah, akan tetapi satu hal yang perlu diingat oleh mahasiswa adalah bahwa dalam menyampaikan aspirasi harus senantiasa berdasarkan pada azas logika, etika dan estetika.  

Secara keseluruhan, tidak semua mahasiswa bisa  mengemban tanggungjawab sosial seperti yang telah dikemukakan di atas. Penyebabnya adalah karena karakteristik dari setiap mahasiswa itu berbeda-beda. Dalam kategorisasi karakter mahasiswa, sekurang-kurangnya terdapat tiga jenis mahasiswa, antara lain;

1.    Mahasiswa Passifis, adalah bentuk mahasiswa yang tidak mau peduli terhadap orang lain, cenderung cuek dan apatis, 
 2.  Mahasiswa Akademis, adalah mahasiswa yang menggunakan parameter keberhasilan dengan angka dan nilai (IPK) yang tinggi, selesai kuliah dengan cepat, sehingga waktunya dihabiskan untuk kuliah secara monoton tanpa menimbulkan simpati dan empati dalam dirinya terhadap orang lain dan realitas eksternal mereka. Jenis mahasiswa ini setelah menyelesaikan studinya sering disebut sebagai “sarjana karbitan” dan
3.   Mahasiswa Aktifis, adalah mahasiswa yang kehadirannya dalam sebuah perguruan tinggi bukan semata-mata menjadi pecundang-pecundang mata kuliah dengan akreditasi “cum laude” akan tetapi mereka mempunyai kepedulian terhadap realitas eksternal mereka, tanpa meninggalkan tugas utamanya sebagai mahasiswa  (kuliah).

Dari ketiga karakter mahasiswa tersebut di atas, maka sudah sangat jelas bahwa mahasiswa yang akan mampu memegang amanah menjalankan tanggungjawab sosial adalah mereka yang termasuk dalam komunitas mahasiswa aktifis. Hal ini disebabkan karena adanya kesadaran mereka untuk memposisikan diri bukan semata-mata sebagai seorang egaliter yang sangat egois terhadap status yang melekat pada dirinya  sebagai mahasiswa yang harus dilayani oleh orang tuanya dan masyarakat yang memberikan amanah kepada mereka. Akan tetapi lebih dari itu seorang aktifis mampu memadukan antara kepentingan dirinya sebagai aksentuasi dari amanah orang tuanya dengan realitas di luar dirinya.



Selamat Berjuang, Wassalam
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar